Kali ini saya akan memberi postingan terbaru yang saya buat tentang Contoh Cerpen Cinta.
Karya : Linggar Tyas Elmayda
TETES AIR MATA PERTAMAKU UNTUK NATAN
Sebatang
pensil kayu sudah melekat ditanganku. Oretan-oretan kecil memenuhi selembar
kertas buramku. Konsentrasi penuh untuk menjawab beberapa soal. Hening, tak ada
satu katapun terdengar dari mulut kecuali Natan. Bocah yang sok pinter,
nyebelin dan jahil. Duduk didepan Natan membuatku sangat terganggu oleh
ocehannya
“ Ssstt
... sstt ... sstt (Natan mendorong kusriku)
“Apa?”
jawabku lirih
“Nomor 10 gimana?” (Natan menunjukkan kertasnya)
“Gak
tau”
“Belom”
“Bohong”
“Belom
ya belom”
Natan tidak lagi menggangguku. Aku kesal dengan Natan. ‘Tak
bisakah dia mengerjakan sendiri’ Batinku. “Anak-anak waktu tinggal 10 menit
harap yang sudah selesai diteliti lagi sebelum dikumpulkan” Ujar Pak Malik guru
kelas 6 SD disekolah kami. Aku ber-yaa kecewa
kurang 10 menit lagi waktu selesai. Hanya sedikit sentuhan kecil untuk
menyelesaikannya. Aku bergegas menulis, mengisi satu demi satu soal yang
kosong. Aku lagi-lagi harus konsentrasi penuh satu soal yang rumit sedan
menghadangku. ‘Satu soal lagi aku menyelesaikannya’ Batinku
SREK ... dorongan
kursi dari Natan aku hiraukan
SREK ... dorongan
kursi lagi dari Natan membuatku semakin terganggu
SREK ... tiga
kali dorongan dari natan membuatku teriak dan bangkit dari kursi “ APA?”
Serontak semua teman seketiaka menoleh kearahku, Pak Malik
pun juga ikut-ikutan.
“ Hei kau Mila kenapa teriak-teriak. Ulangan kau sudah
selesai belum ?” Ujar Pak Malik
“Udah Pak, ini Natanganggu saya pak .” Aku mendengus sebal
“Sudah-sudah kembali duduk .” sahut Pak Malik
Aku kembali duduk dan melotot kepada Natan yang sedang
meletakan pensil kedalam mulutnya. Reaksi dia apa coba? Hanya menjulurkan lidah
kemudian mengolok-olokku? Ah ini membuatku sangat ingin memukulnya.
Waktu istirahat
pun tiba anak-anak kelas 1-6 mulai memenuhi kantin. Kantin kami tidak begitu
besar layaknya di TV, hanya dua bangunan kecil yang menjadi kebutuhan jajan
kami.
“ Hei kau Mila” Natan menghadangku, aku menghiraukannya
hanya menoleh sedikit lalu berjalan lagi.
“Hei kau budek apa?” Teriak Natan. Aku menghiraukannya lagi
dan mulai berjalan menuju kelas.
“ Mil, kau dipanggil Natan” ujar Tania teman dekatku
“Ah biarin”
“Hei Mila tunggu sebentar” Ujar natan
“Apa?”
“eh aku...”
“ Kau mau ngomong apa tidak? Kalau tidak aku pergi”
“eh tunggu” Sahut Natan
“ Aku mau bilang kalau besok aku ikut Olimpiade Siswa
Nasional olahraga, kau mau tidak meliatku besok?
“Kau mau aku nonton kau? Ha..ha...ha. Apa aku tidak salah
dengar Natan si bocah nakal se sekolahan ini ikut olimpiade?
“Ehgrh, gini-gini aku juga pintar”
Aku nyengir. “Emang dimana tempat olimpiadeenya?” Tanyaku
“Kau mau lihat? Tempatnya di lapangan ceria dekat RS. Citra
Indah kau tahu?” Natan semangat memberitahuku.
‘Kenapa harus aku yang kau suruh untuk lihat? Tino ada, si
ngupil Dani juga ada, kau suruh bocah itu aja gampang kan?”
Natan hanya diam tidak menjawab pertanyaanku. Ia langsung
bernjak pergi. Aku hanya terdiam heran. Ada apa dengan bocah ini? tak sperti
biasanya.
Waktu
demi waktu berlalu olimpiade yang diikuti Natan tib. Aku bersia untuk berangkat
ke sekola. Dari kejadian kemarin itu Natan tidak seperi biasanya menjahiliku.
Sesampainyaaku disekolah, aku menemukan sepucuk surat beramplop biru tak
bertuliskan nama tergeletak dimejaku aku heran surat darimana ini? Perlahan aku
membukanya tulisan hitam berantakan tertulis dikertas`
“Hai Mila, tak bisakah kau
menghadiri olimpiadeku? Jujur aku ingin kau disini, kau tahu? Mengapa aku
selalu menjahilimu ? karena aku baru tahu dekat denganmu itu membuat aku terasa
nyaman.”
Aku terdiam. Pikiranku kosong. Apa yang dimaksud nyaman? Ah
ini hanya gurauan Natan aku tidak akan mempercayainya. Tapi aku berpikir dua
kali mengapa aku harus datang keolimpiadenya, haruskah aku kesana? Tidak
berpikir lagi aku bergegas keluar kelas menaiki sepeda ontel milikku, aku
menghiraukan ocehan dari Tania yang menyuruhku untuk kembali. Aku terus
menggayuh dan menggayuh. ½ jam belalu aku sampai, ku geletakkn sepedaku dan
bergegas lari menuju lapangan. Disitu terlihat piala-piala mengkilaukan mata.
‘Ah iya aku kesini untuk Natan bukan untuk piala’. Tiba-tiba seseorang
menghampiriku. Aku heran siapa dia?
“Kau Mila?” tanya seseorang itu
“iya aku Mila” Jawabku
“Natan memintamu untuk menemuinya di di ujung sana!”
Tanpa menjawabnya, aku berlari keujung lapangan. Natan
menungguku disana
“Kau datang Mila?” Tanya Natan
Aku nyengir. “ya, aku datang, huh rasanya aku ingin memukul
ku.”
Natan tertawa kecil, “aku sudah dapat piala ini.”
“kenapa kau berikan piala ini kepadaku?” tanyaku
“aku akan pergi”
“kau mau pergi kemana?”
“aku mau pergi ketempat yang jauh. Kau tak akan tahu kemana,
hanya piala ini yang kujadikan kenang-kenangan untuk kau, ku harap kau
menerimanya!”
Aku menerim piala itu dari Natan. Emtah apa yang
dimaksudnya? Pergi jauh? Ah mengapa aku memikirkannya ia ahnya gurau saja.
Waktu
olimpiade itu berlalu setelah natan bilan kepadaku dia akan pergi jauh aku baru
mengerti apa yang dia katakan. Natan telah pergi jauh meninggalkanku. Hanya
piala ini yang menjadi kenangan dari Natan. Hari itu juga aku meneteskan air
mata.